BeritaEsport – Dunia kompetitif Dota 2 kembali diguncang dengan tuduhan serius yang melibatkan salah satu penyelenggara turnamennya yang terkemuka, Epulze. Kali ini, tuduhan itu berkaitan dengan pembayaran yang belum diselesaikan kepada talenta dan tim yang terlibat dalam berbagai acara yang diorganisir oleh mereka. Situasi ini mengingatkan kembali pada tantangan finansial yang seringkali melanda industri esports, terutama di ranah Dota 2.
Epulze: Pusat Kontroversi yang Terus Berlanjut
Epulze, yang sebelumnya menjadi tuan rumah utama untuk ketiga tur DPC 2023 di kawasan Asia Tenggara, sekali lagi berada di bawah sorotan. Meskipun berfokus pada Asia Tenggara. Ini bukan pertama kalinya Epulze tersandung masalah terkait pembayaran yang tertunda. Pada awal tahun ini, tepatnya enam bulan lalu, tuduhan serupa mencuat terkait penyelenggaraan Lima Major pada Februari 2023. Di mana Epulze bekerja sama dengan 4Desports untuk menggelar acara tersebut.
Lima Major, yang diselenggarakan dengan kerja sama antara Epulze dan 4Desports—organisasi yang sebelumnya bertanggung jawab atas Divisi I dan II DPC 2021-22 di Amerika Selatan—menjadi salah satu ajang yang paling banyak dibicarakan. Kala itu, isu serupa mencuat ketika pemain veteran Heitor “Duster” Liberado. Dari tim Wolf Team, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap pembayaran gaji yang belum diterima. Tweet Duster dengan cepat menjadi viral dan menarik perhatian pada masalah yang lebih besar terkait upah yang belum dibayar di wilayah Amerika Selatan.
Janji yang Tak Kunjung Terpenuhi
Laporan terbaru mengungkapkan bahwa jumlah uang yang masih terutang serta daftar individu yang terdampak oleh dugaan tidak terbayarnya hak-hak mereka oleh Epulze sangatlah mengkhawatirkan. Dalam banyak kasus, perwakilan Epulze diduga menghubungi individu-individu yang terutang dan memberikan jaminan bahwa pembayaran akan segera diselesaikan. Alasan yang sering kali diberikan adalah adanya penundaan investasi atau masalah keuangan lainnya. Namun, meskipun berbagai janji telah dibuat. Tuduhan mengenai pembayaran yang tertunda ini telah berlangsung selama lebih dari setahun, merusak reputasi organisasi tersebut.
Situasi ini menjadi lebih serius mengingat bahwa pendapatan dari acara yang disponsori oleh Valve, seperti DPC atau Major/Minor. Biasanya dianggap sebagai salah satu sumber pendapatan yang paling aman dalam industri esports. Sayangnya, kenyataan menunjukkan bahwa masalah keuangan masih menjadi momok yang terus menghantui penyelenggara turnamen, bahkan pada level tertinggi sekalipun.
Mengulang Sejarah Kelam di Dunia Dota 2
Kasus Epulze ini bukanlah yang pertama dalam sejarah Dota 2 yang melibatkan pembayaran yang tertunda. Beberapa tahun yang lalu, Valve bahkan harus mengambil tindakan hukum terhadap penyelenggara turnamen GESC. GESC gagal membayar gaji dan hadiah uang sebesar $750.000 kepada tim dan talenta yang terlibat dalam GESC Indonesia dan GESC Thailand selama musim DPC 2017-2018. Hingga saat ini, laporan menunjukkan bahwa sebagian besar utang tersebut masih belum dilunasi. Menambah daftar panjang insiden yang mencoreng reputasi industri ini.
Dampak Besar pada Industri Esports
Tuduhan berulang kali terhadap Epulze ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam mengenai stabilitas keuangan dan integritas penyelenggara turnamen Dota 2. Kekhawatiran ini semakin diperparah oleh keputusan Valve baru-baru ini untuk menghapuskan penempatan iklan dalam game. Sebuah langkah yang telah mengirimkan gelombang kejut di seluruh industri. Dengan kepercayaan yang terus terkikis dan potensi munculnya lebih banyak tuntutan hukum. Komunitas Dota 2 kini bertanya-tanya apakah masalah ini akan pernah terselesaikan dengan tuntas, atau apakah industri ini akan terus terperangkap dalam siklus kontroversi yang tak berkesudahan.
Peristiwa ini menjadi pengingat akan tantangan yang dihadapi oleh industri esports, terutama dalam hal manajemen keuangan dan perlakuan terhadap para talenta dan tim yang menjadi tulang punggung dari setiap turnamen. Jika tidak segera ditangani, masalah ini bisa berdampak serius pada masa depan kompetisi Dota 2 dan industri esports secara keseluruhan.